Rabu, 09 Desember 2009

Sifat An-Nur Allah SWT (bagian 1)

Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Quran ayat 258 Surah Al Baqarah dalam menerangkan sifat An Nur sebagai berikut:
اللّٰهُ وَلِىُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ‌ ؕ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَوْلِيٰٓــُٔهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِ‌ؕ اُولٰٓٮِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ‌‌ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
yang terjemahannya, ‘'Allah itu Sahabat orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Sedangkan orang-orang kafir, sahabat mereka itu adalah orang-orang sesat yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni Api, mereka tinggal lama di dalamnya.’ (2:258)

Menurut Kamus Bahasa Arab, an-Nur adalah salah satu sifat Allah, yang berkat keberadaan-Nya, keadaan manusia yang sebelumnya 'buta' dapat menjadi melihat; dan mereka yang tadinya sesat menjadi memperoleh petunjuk hidayah berkat karunia-Nya. Dan berkat keberadaan-Nya itulah segala sesuatu menjadi ada. Wujud-Nya berada disebabkan diri-Nya sendiri; lalu membuat segala sesuatu menjadi bukti akan keberadaan-Nya.

Diterangkan pula mengenai Tuhan ini di penggalan ayat 36 Surah Al Nur,
اللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ
'Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi..…’; yakni, hanya Allah-lah yang mampu memberikan nur cahaya kepada segala makhluk yang berada di langit maupun di bumi. Nur Ilahi adalah cahaya yang memudahkan segala sesuatu dapat menyebar-luas dan menjadi tampak satu sama lain. Nur Ilahi meliputi dunia maupun Akhirat. Namun Nur Ilahi bagi dunia mengandung dua hikmah. Salah satunya adalah hanya dapat dikenali melalui perenungan yang mendalam, atau berkat adanya petunjuk Ilahi.


Untuk memperjelas arti yang disebutkan oleh Kamus Bahasa Arab, Huzur merujuk kepada beberapa ayat Al Quran ini:
اَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَاَحْيَيْنٰهُ وَجَعَلْنَا لَهٗ نُوْرًا يَّمْشِىْ بِهٖ فِىْ النَّاسِ كَمَنْ مَّثَلُهٗ فِىْ الظُّلُمٰتِ لَـيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا
yang artinya, '...Sesungguhnya telah datang kepadamu Nur dari Allah dan Kitab yang nyata.' (5:16), dan juga, ‘…...lalu Kami hidupkan dia dan Kami jadikan nur baginya ia berjalan dengan nur itu, di antara manusia, seperti keadaannya orang-orang yang berada di dalam gelap gulita, tak dapat keluar darinya...’ (6:123).

Lebih lanjut Allah swt berfirman dalam ayat 36 Surah Al Nur tersebut selengkapnya sebagai berikut,
اللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ‌ؕ مَثَلُ نُوْرِهٖ كَمِشْكٰوةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌ‌ؕ الْمِصْبَاحُ فِىْ زُجَاجَةٍ‌ؕ اَلزُّجَاجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّىٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَّلَا غَرْبِيَّةٍۙ يَّـكَادُ زَيْتُهَا يُضِىْٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ‌ؕ نُّوْرٌ عَلٰى نُوْرٍ‌ؕ يَهْدِىْ اللّٰهُ لِنُوْرِهٖ مَنْ يَّشَآءُ‌ؕ وَ يَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِ‌ؕ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيْمٌۙ
yang terjemahannya, ‘Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya adalah seperti sebuah relung yang di dalamnya ada suatu pelita. Pelita itu ada di dalam suatu semprong kaca. Semprong kaca itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati - ialah pohon zaitun – yang bukan dari Timur maupun dari Barat, yang minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. Nur ala nur ! Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia dikehendaki. Dan Allah memberikan perumpamaan untuk manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.' (24:36).

Sementara orang boleh jadi berpikir, 'Nur' yang dimaksudkan ayat tersebut hanya merujuk kepada diri Rasulullah Saw saja. Tak diragukan lagi, Nur Ilahi tampak dominan di dalam segala sesuatu. Hikmah pertama yang dinyatakan oleh ayat tersebut adalah, karena Nur Ilahi meliputi seluruh langit dan bumi, maka segala sesuatu pun memperoleh berkat dari keberadaan cahaya-Nya. Senyatanya, manusia hanya dapat memperoleh sinar petunjuk dari nur cahaya-Nya itu. Dia memberikan nur petunjuk hidayah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Apakah yang dimaksud dengan Allah itu adalah Nur ? Ialah, dikarenakan Dia itulah yang menciptakan seluruh langit dan bumi, dan hanya Dia-lah yang mampu memberikan sinar-Nya, baik untuk faedah jasmani maupun rohani. Hal ini sebagaimana difirmankan di dalam Al Qur’an Karim:
اَللّٰهُ الَّذِىْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ
‘Allah-lah yang menciptakan seluruh langit dan bumi…’ (14:33).

Nur hidayah yang sejati adalah Allah Swt yang dapat dikenali keberadaannya di dalam segala sesuatu oleh insan-insan yang dikaruniai kedalaman pandangan. Oleh karena itu, mereka yang dimahrumkan dari kemampuan pandangan rohani tak dapat melihat-Nya.

Orang mukmin sejati teguh dalam keimanan mereka, bahwa alam semesta ciptaan Allah ini terdiri dari dua macam, ialah alam jasmani dan alam rohani. Untuk dapat memahami alam rohani ini, Allah Taala mengutus hamba-hamba pilihan-Nya yang mampu menyebar-luaskan nur-Nya yang berasal dari langit ke seluruh dunia.

Ayat 36 Surah Al Nur ini memaparkan apa yang dimaksud nur-Nya itu. Rasulullah Saw adalah sebagai perwujudan contoh yang terafdhol dalam hal ini; yang memiliki derajat nur pribadi yang tertinggi; yang akan berlangsung terus hingga Hari Kiamat. Hal ini telah ditetapkan sebagai pantulan Nur Ilahi. Beliau Saw telah menebarkan Nur-Ilahi tersebut sewaktu beliau hidup, dan terus berlangsung hingga hari ini.

Di dalam ayat tersebut, yang dimaksud dengan nur yang dipancarkan oleh sebuah relung pemantul cahaya yang ditempatkan di suatu ketinggian, adalah dada Rasulullah Saw. Di dalam relung reflector tersebut terdapat sebuah pelita, ialah Wahyu Ilahi. Reflector dan pelita tersebut berada di dalam sebuah bola kaca kristal (semprong kaca), ialah qalbu Rasulullah Saw, yang bersih mengkilap tak bernoda sedikitpun. Bola kaca kristal yang bersinar gemerlapan bagai sebuah bintang ini adalah nur pribadi Rasulullah Saw yang menerobos ke luar dari dada beliau. Pelita tersebut dinyalakan oleh minyak dari sebatang pohon zaitun yang diberkati, ialah personifikasi dari wujud jasmani Rasulullah Saw, yang keberkatannya akan terus berlangsung hingga Hari Kiamat dikarenakan beliau dinyatakan Allah sebagai insan paripurna, tak akan ada yang mampu menyamainya hingga Yaumil Akhir. Sedangkan yang dimaksud dengan nur tersebut tidak Timur tak pula Barat adalah menekankan ajaran syariat Islam yang tidak memihak kepada Blok manapun. Tidak condong kepada ajaran Komunisme, tidak kepada Sosialisme, dan tidak juga Kapitalisme, melainkan senantiasa mengambil jalan tengah dan bertujuan utama untuk menegakkan Hak-hak Azasi Manusia dan Perdamaian Dunia.

Adapun tafsir 'minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya, adalah kepribadian Rasulullah Saw yang bijak bestari dan akhlakul karimah yang mulia. Nur ala nur ! Yakni, ketika Allah Swt mengirimkan Nur hidayah wahyu-Nya kepada insan kamil tersebut, maka terjadilah nur di atas nur yang berpendar-pendar tak berujung, menyinari dunia alam rohani.

Nur sinar petunjuk yang sejati hanya dapat diperoleh melalui Syariat yang telah Allah Taala kirimkan kepada Rasulullah Saw, yang sekaligus adalah contoh yang berberkat dalam pelaksanaannya. Di dalam ajaran syariat inilah terdapat nur yang mampu mendatangkan Nur Ilahi yang penuh berkat.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menerangkan hal ini dengan sabda beliau sebagai berikut: ‘Nur hidayah yang mulia derajatnya itu dikaruniakan kepada seorang wujud manusia yang paripurna. Tidak kepada para malaikat, tidak kepada bintang-bintang, bulan, matahari, lautan, maupun sungai. Tidak pula kepada intan berlian, ataupun zamrud permata. Pendek kata, keberkatan ini tidak dikaruniakan kepada benda-benda langit maupun bumi lainnya. Melainkan hanya kepada seorang wujud manusia sempurna yang kemuliaan akhlaknya menjadi contoh kita semua, dia-lah itu junjungan kita, Khataman-Nabiyyin, Penghulu dari semua yang hidup, Muhammad, hamba pilihan Tuhan, shalallahu alaihi was-salam. Nur Ilahi telah dikaruniakan kepada wujud paripurna ini; dan juga kelak – sesuai dengan tingkatan derajatnya – kepada mereka yang mempunyai sifat corak rohani yang serupa. .... Keluhuran akhlak ini terdapat di dalam maqom rohani yang sedemikian mulia; di dalam seorang wujud yang sempurna, junjungan dan pembimbing kita, Rasul yang termulia, muttaqi sejati, yang telah disaksikan kebenarannya oleh para muttaqin, ialah Muhammad, hamba yang terpilih, shalallahu alaihi was-salam.’ (Aina Kamalat-Islam, Ruhani Khazain (London, 1984), Jilid 5, hlm. 160-162).

Kemuliaan derajat rohaniah nur yang dikaruniakan kepada Rasulullah Saw adalah berasal dari Nur Ilahi, yang kemudian beliau estafetkan kepada para Sahabah sambil menegakkan sikap akhlak fadillah di antara mereka sedemikian rupanya sehingga mereka pun bergemerlapan laksana bintang-bintang di langit. Para Sahabah ambil bagian dalam keberkatan Nur Ilahi tersebut sehingga mereka pun memperoleh derajat predikat mulia sebagai radhiaAllahu anhu, yakni, Allah Taala telah meridhoi mereka.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menulis: Para Sahabah demikian lekatnya dengan Rasulullah Saw, sehingga nur beliau pun tersalurkan kepada mereka berkat keitaatan sempurna mereka, dan tak ada sesuatu hal lainnya dalam qalbu mereka selain mendambakan ridha Allah Taala saja.

Sebuah Hadith meriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda: ‘Para Sahabatku yang sejati mendapatkan Allah Taala karena dambaan yang ada di dalam qalbu mereka hanyalah Allah Swt saja.’

Allah Taala tidak dan tidak akan pernah mengakhiri limpahan karunia nur-Nya ini. Melainkan justru nur berberkat yang Rasulullah Saw berhasil mendapatkannya dari Allah Taala ini merupakan sumber mata air rohani yang akan terus berlanjut sebagaimana Syariat Islam yang tidak akan pernah berakhir hingga Yaumil Akhir. Untuk maksud itulah, untuk periode akhir zaman ini melalui seorang hamba dan pecinta sejati Rasulullah Saw, Allah Swt mengutus Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan nur cahaya rohani yang juga turun dari langit.

Beliau a.s. menulis: 'Aku tak tahu pasti amal shalih mana yang telah aku perbuat sehingga dapat menarik karunia Ilahi ini. Yang aku sadari hanyalah panggilan alami hati nurani untuk senantiasa mengarah kepada Allah Swt, yang timbul dari keikhlasan semata. Hingga suatu saat aku pun memperoleh kasyaf bertemu dengan seorang tua yang berpenampilan sangat mulia, menasehatiku agar menghidupkan kembali Sunnah Rasulullah Saw, yang untuk aku harus berpuasa'.

Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun memutuskan segera melaksanakan puasa sunnah tersebut namun tak boleh ada orang yang tahu. Untuk itulah beliau memilih berhijrah ke suatu tempat dan mendapatkan suatu ruangan khusus. Makan dan minumnya pun di dalam kamar, tetapi memakan berbagai konsumsi makanan yang dikirimkan hanya separuhnya atau hanya sebagian kecilnya saja, sedangkan sisanya diberikan secara diam-diam kepada para anak yatim. Setelah beberapa lama kemudian, beliaupun memperoleh berbagai macam kasyaf, antara lain bertemu dengan para Nabiyullah terdahulu dan para Waliullah terkemuka. Lalu, masih dalam keadaan sadar sepenuhnya, beliau memperoleh kasyaf bertemu dengan Rasulullah Saw, cucunda Hadhrat Ali r.a., serta putri beliau Saw, Hadhrat Fatimah r.ha.

Kemudian beliau pun mengalami memperolah pancaran nur cahaya Ilahi yang menampak dalam bentuk yang indah luar biasa. Beliau menyaksikan bentangan sinar cahaya warna warni, merah, hijau dan putih berkilauan memancar dari tempat beliau berpijak hingga menggapai ke ujung langit. Demi menyaksikannya, beliau pun memperoleh kesuka-citaan dan kebangunan rohani yang sangat luar biasa, yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan lebih lanjut, sebagian dari bentangan cahaya rohani tersebut terlihat memancar dari qalbu beliau, sedangkan sebagian lagi datang dari langit. Bentangan-bentangan sinar cahaya dari dua arah tersebut akhirnya membentuk sebuah bentangan yang menyatu-padu.

Huzur bersabda, karunia Ilahi ini hanyalah berkat keitaatan yang sempurna Hadhrat Masih Mau'ud a.s. kepada Rasulullah Saw.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: 'Suatu kali aku mendapat wahyu Ilahi yang tafsirnya adalah, para malaikat sedang bergerak hilir mudik, yakni, untuk melaksanakan Kehendak Ilahi, yakni, untuk menghidupkan kembali agama. Akan tetapi, belum ada kesepakatan siapakah orang yang akan ditunjuk untuk diberi kemampuan 'menghidupkan yang mati' itu. Inilah mengapa sebabnya tampak seperti terjadi silang pendapat di antara mereka. Sejurus kemudian aku melihat sekumpulan orang yang sedang mencari-cari orang yang patut diserahi tugas Ke-AlMasihan tersebut. Lalu ada seseorang di antara mereka datang menghampiri diri hamba yang lemah ini, seraya berkata: 'Inilah insan yang cinta sedemikian rupa kepada Rasulullah Saw, Tafsir dari wahyu perintah Allah ini adalah, syarat pertama dan yang utama insan yang akan melaksanakan amanat risalah ini adalah cinta kepada Rasulullah Saw. Inilah orangnya yang sudah teruji.’

Huzur bersabda, setelah era Rasulullah Saw, wujud yang merefleksikan kembali nur cahaya Ilahi tersebut adalah Hadhrat Masih Mau'ud a.s. disebabkan pengabdian sejati beliau kepada junjungannya.

Ilmu samawi dan pemahaman akan berbagai wahyu Ilahi yang dikaruniakan kepada Rasulullah Saw juga diberikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sehingga beliau pun mampu untuk menyampaikannya kepada dunia, meskipun sesungguhnya beliau a.s. tak berkehendak untuk itu. Namun, manakala nur cahaya Ilahi telah datang kepada beliau, maka beliau a,s, pun berkewajban dan mampu untuk menyebar-luaskan risalah ini ke seluruh dunia.

Allah Taala mewahyukan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: ‘Engkau melanjutkan missi ini berdasarkan amanat dari-Nya. Engkau-lah yang terpilih dari antara mereka di seluruh dunia. Engkaulah pelita penerang dunia. Engkau adalah ghairat-Nya. Oleh karena itu Dia pun tak akan pernah menyia-nyiakanmu.…Wahai manusia, nur cahaya petunjuk Ilahi telah datang kepadamu sekalian. Oleh karena itu, janganlah kalian menolaknya.’ (Tadhkirah, edisi 2007, hlm 379-380).

Huzur bersabda, Allah Taala tidak hanya memenuhi diri Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan nur cahaya-Nya yang sama sebagaimana pada 1,400 tahun yang lalu, namun juga mengaruniai beliau dengan kemampuan untuk dapat menyebar-luaskannya.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menulis: 'Sebelumnya tak ada orang yang mengetahui siapakah diri hamba ini. Namun Allah Taala menarik diri hamba ini dari keasyikan hamba berkhalwat dengan-Nya, Kemudian mengatakan bahwa diriku akan dimuliakan dan dikenali seluruh dunia. Inilah sunnah-Nya, yakni manakala Dia telah melengkapi seorang hamba pilihan-Nya dengan nur-Nya, maka Dia pun berkehendak untuk menegakkannya di dunia. Bila gemerlap cahaya duniawi bisa menyebar luas, mengapakah nur cahaya Ilahi tetap tersembunyi ?

Orang yang berjamaah dengan suatu kaum yang khas Allah Taala jadikan, maka niscaya Allah pun akan menerangi qalbu mereka meskipun asalnya pelita keimanan atau bola kaca kristal mereka itu hanya kecil saja. Ini dikarenakan mereka yang berjamaah itu dimudahkan untuk dapat ikut menyebarkan nur Ilahi. Manakala nur cahaya Ilahi yang sejati datang dan memberkati mukminin, maka keberkatannya menjalar kepada yang lain. Untuk memaksimalkan peluang kita untuk dapat berperan serta dalam karunia besar ini, berusahalah untuk mempraktekkan contoh berberkat insan-insan kamil yang telah dikasihi Allah dalam bentuk keitaatan yang sempurna kepada mereka. Sungguh inilah yang telah difirmankan-Nya,
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ
‘Katakanlah, ‘Jika kamu memang mencintai Allah, ikutilah aku: maka Allah pun akan mencintaimu…’ (3:32).

Inilah kecintaan yang diperlihatkan para Sahabah kepada Rasulullah Saw; dan bentuk kecintaan seperti ini pulalah yang Hadhrat Masih Mau'ud a.s. miliki bagi Rasulullah Saw, pada periode akhir zaman ini sehingga Allah Taala memberikan kehormatan kepada beliau untuk sekali lagi menyebarkan nur cahaya-Nya ke seluruh dunia. Maka mereka yang mengaku mencintai Allah dan Rasulullah Saw wajiblah mereka itu untuk mengikuti petunjuk Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah Saw. Berkat tali perhubungan yang khas inilah Jamaat kita terkait dengan Khilafat yang senantiasa diberkati oleh nur cahaya Ilahi yang derajat termulianya telah diberikan kepada Rasulullah Saw, yang untuk akhir zaman sekarang ini berhasil dihidupkan kembali oleh seorang hamba dan pecinta beliau Saw yang sejati. .

Kedamaian Dunia terkait dengan penerimaan kebenaran Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang menggenapi nubuatan Rasulullah Saw, bahwa kedatangannya untuk menyeru seluruh dunia kepada cinta sesama, memupuk tali persaudaraan yang hakiki, dan kedamaian yang abadi; menegakkan hak-hak Allah sekaligus menyinari dunia dengan nur cahaya petunjuk-Nya sehingga menjadi sumber Perdamaian Dunia. Di zaman Imam Mahdi ini berbagai peperangan [atas nama agama] akan diakhiri. Berdasarkan hal inilah keberadaan Khilafat ala min hajjin nubuwwah akan terus berlangsung.

Hadhat Muslih Mau'ud r.a. bersabda, ada tiga hal pokok yang diperlukan untuk menyebar-luaskan nur cahaya petunjuk hidayah Ilahi, ialah, Wahyu Ilahi itu sendiri, Kenabian, dan Khilafat. Selama kaum Mukminin sejati menjaga keteguhan iman mereka dan tetap beramal shalih, maka kemajuan nur cahaya petunjuk Ilahi ini pun akan terus berlangsung.

Semoga Allah memudahkan kita untuk senantiasa menerima berkat nur Allah Taala ini, dan tidak akan pernah dimahrumkan daripadanya.

Andaikan kaum Muslimin sesama saudara kita lainnya mau menyadari kenyataan ini, maka pihak lain pun tidak akan berani menciptakan berbagai masalah dan menentang Islam. Ini dikarenakan ada kekuatan di dalam persatuan, yang untuk itulah Hadhrat Imam Mahdi a.s. diutus,

Baru-baru ini ada sedikit kehebohan yang terkait dengan penentangan mereka terhadap pembangunan menara masjid Jamaat di Switzerland. Padahal, hampir semua gereja mereka pun ada menaranya. Maka apa salahnya dengan minaratul-masjid ? Pada beberapa kasus, kehebohan ini memang sengaja ditimbulkan sebagai bagian dari gerakan anti-Islam mereka yang tampak sebagai suatu persengkongkolan berpengaruh, yang selanjutnya akan menuntut beberapa hal lainnya. Semoga dengan karunia Allah Taala, Dia berkenan untuk melindungi kita dari semua keburukan. Kita perlu berdoa semoga Allah Taala menggagalkan setiap rencana makar musuh-musuh Islam, sehingga menemui kegagalan. Amin !


o o O o o
Ikhtisar Khutbah Jumah Hadhrat Khalifatul Masih V Atba pada 4 Desember 2009, di Masjid Agung Baitul Futuh, London, UK.
translated By: MMA /LA, 12/08/09
edited by: abn